Senin, 03 November 2014

Perempuan Indonesia Paling MANDIRI Se-Asia Tenggara
Foto: Perempuan Indonesia Paling MANDIRI Se-Asia Tenggara

Kreativitas dan kejelian untuk menangkap peluang di sekitarnya memungkinkan setiap orang bisa sukses berwirausaha.

"Tidak cuma laki-laki saja, perempuan juga bisa sukses jadi pengusaha dalam berbagai bidang, termasuk bidang yang dilakoni pria," ungkap Santi Mia Sipan, pengusaha perkebunan jati, PT Jaty Arthamas, saat acara Aperitivokustik di Aperitivo cafe, Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dalam dunia bisnis, perempuan berpotensi besar untuk mendapatkan kesuksesan. Hal ini disebabkan mereka umumnya lebih teliti, berpikir panjang sebelum mengambil keputusan, tidak mudah emosi, tidak mudah putus asa, dan penuh perhitungan.

Sifat-sifat inilah yang menjadikan perempuan punya mental kuat untuk menjadi seorang pengusaha. Tidak mengherankan, Santi menambahkan, dibandingkan perempuan di belahan dunia lain, perempuan Indonesia memiliki tingkat kemandirian ekonomi yang lebih tinggi.

"Jumlah pengusaha perempuan di Indonesia lebih banyak dibandingkan negara lain. Hal inilah yang menempatkan perempuan Indonesia menduduki posisi pertama dalam hal independensi ekonomi se-Asia Tenggara," jelas Santi.

Tentu saja, hal ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi perempuan Indonesia. Tetapi jangan lupa, pencapaian ini juga didukung peran serta keluarga. Perempuan Indonesia seharusnya bersyukur karena tradisi yang menempatkan perempuan "di dapur" sudah tak lagi berlaku.

"Di beberapa negara lain di dunia, masih ada suami yang melarang istrinya bekerja atau berwirausaha," tambahnya.

Faktor pendukung lain yang memungkinkan perempuan Indonesia berwirausaha adalah kemudahan mendapatkan asisten rumah tangga dan dengan gaji yang lebih murah. Santi menambahkan bahwa, gaji asisten rumah tangga di Australia, Singapura, dan negara-negara lain sangatlah mahal, sehingga banyak keluarga yang kesulitan untuk mempekerjakan asisten rumah tangga.

Tidak adanya asisten rumah tangga berakibat pada sulitnya mereka membagi waktu untuk mengurus pekerjaan rumah tangga dan kariernya. Karena sudah lelah dengan pekerjaan rumahnya, mereka pun enggan menambah pekerjaan untuk mengurus usaha.

"Kalau di Indonesia, gaji pekerjanya masih bisa dijangkau sehingga asisten rumah tangga bisa mempercepat mereka menyelesaikan tugas rumah tangga, dan menjaga anak selagi mereka membangun usaha," tegasnya.

Editor :
Dini

Sumber:
Female Kompas.com - Rabu, 1 Mei 2013 | 22:53 WIB

Penulis : 
Christina Andhika Setyanti
Kreativitas dan kejelian untuk menangkap peluang di sekitarnya memungkinkan setiap orang bisa sukses berwirausaha.

"Tidak cuma laki-laki saja, perempuan juga bisa sukses jadi pengusaha dalam berbagai bidang, termasuk bidang yang dilakoni pria," ungkap Santi Mia Sipan, pengusaha perkebunan jati, PT Jaty Arthamas, saat acara Aperitivokustik di Aperitivo cafe, Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dalam dunia bisnis, perempuan berpotensi besar untuk mendapatkan kesuksesan. Hal ini disebabkan mereka umumnya lebih teliti, berpikir panjang sebelum mengambil keputusan, tidak mudah emosi, tidak mudah putus asa, dan penuh perhitungan.

Sifat-sifat inilah yang menjadikan perempuan punya mental kuat untuk menjadi seorang pengusaha. Tidak mengherankan, Santi menambahkan, dibandingkan perempuan di belahan dunia lain, perempuan Indonesia memiliki tingkat kemandirian ekonomi yang lebih tinggi.

"Jumlah pengusaha perempuan di Indonesia lebih banyak dibandingkan negara lain. Hal inilah yang menempatkan perempuan Indonesia menduduki posisi pertama dalam hal independensi ekonomi se-Asia Tenggara," jelas Santi.

Tentu saja, hal ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi perempuan Indonesia. Tetapi jangan lupa, pencapaian ini juga didukung peran serta keluarga. Perempuan Indonesia seharusnya bersyukur karena tradisi yang menempatkan perempuan "di dapur" sudah tak lagi berlaku.

"Di beberapa negara lain di dunia, masih ada suami yang melarang istrinya bekerja atau berwirausaha," tambahnya.

Faktor pendukung lain yang memungkinkan perempuan Indonesia berwirausaha adalah kemudahan mendapatkan asisten rumah tangga dan dengan gaji yang lebih murah. Santi menambahkan bahwa, gaji asisten rumah tangga di Australia, Singapura, dan negara-negara lain sangatlah mahal, sehingga banyak keluarga yang kesulitan untuk mempekerjakan asisten rumah tangga.

Tidak adanya asisten rumah tangga berakibat pada sulitnya mereka membagi waktu untuk mengurus pekerjaan rumah tangga dan kariernya. Karena sudah lelah dengan pekerjaan rumahnya, mereka pun enggan menambah pekerjaan untuk mengurus usaha.

"Kalau di Indonesia, gaji pekerjanya masih bisa dijangkau sehingga asisten rumah tangga bisa mempercepat mereka menyelesaikan tugas rumah tangga, dan menjaga anak selagi mereka membangun usaha," tegasnya.

Editor :
Dini

Sumber:
Female Kompas.com - Rabu, 1 Mei 2013 | 22:53 WIB

Penulis :
Christina Andhika Setyanti
Ini Dampak Jangka Panjang Terlalu MENGKHAWATIRKAN Segala Hal..!
Foto: Ini Dampak Jangka Panjang Terlalu MENGKHAWATIRKAN Segala Hal..!

Dalam porsi yang wajar, rasa khawatir kadang dibutuhkan untuk mengantisipasi perbuatan nekat yang tidak didasari pertimbangan tertentu. Namun jika sudah berlebihan, rasa khawatir justru akan mengganggu kesehatan. Apa saja akibatnya?

Para ilmuwan di Michigan State Univeristy membuktikan bahwa khawatir yang berlebihan bisa meningkatkan risiko Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau gangguan stres pasca trauma. Gangguan yang sama sering dialami para tentara sepulang dari medan perang.

Gejala yang muncul pada gangguan PTSD antara lain munculnya mimpi-mimpi soal masa lalu (flasback) yang sangat mengganggu, menarik diri dan tidak peka, gelisah, malu dan rasa bersalah dan kadang-kadang gampang marah. Menurut para ilmuwan, salah satu pemicunya adalah khawatir yang berlebihan.

Hal itu dibuktikan dalam pengamatan terhadap sekelompok orang yang berkepribadian neurotik. Kepribadian yang identik dengan kekhawatiran yang berlebih ini dirandai dengan kegelisahan dalam level yang lebih tinggi dibanding populasi umum, serta over-reaktif terhadap lingkungannya.

Penelitian yang melibatkan 1.000 orang di Michigan bagian tenggara ini berlangsung selama 10 tahun. Dalam periode tersebut, sekitar 50 persen partisipan mengalami berbagai tipe trauma dan 5 persen di antaranya mengalami gejala yang diyakini sebagai PTSD.

Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan antara kepribadian dengan peningkatan risiko PTSD. Seseorang dengan kepribadian neurotik yang selalu mengkhawatirkan segala sesuatu secara berlebihan cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami PTSD.

"Pertanyaannya adalah, apa perbedaan antara orang yang mengalami PTSD dan yang tidak? Penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang selalu gelish biasanya lebih rentan mengalaminya. Ini adalah faktor risiko yang penting," kata Naomi Breslau yang memimpin penleitian itu seperti dikutip dari Huffingtonpost, Kamis (27/12/2012).

Penulis:
AN Uyung Pramudiarja

Sumber:
News.Detik.com - Kamis, 27/12/2012 08:15 WIB
Dalam porsi yang wajar, rasa khawatir kadang dibutuhkan untuk mengantisipasi perbuatan nekat yang tidak didasari pertimbangan tertentu. Namun jika sudah berlebihan, rasa khawatir justru akan mengganggu kesehatan. Apa saja akibatnya?

Para ilmuwan di Michigan State Univeristy membuktikan bahwa khawatir yang berlebihan bisa meningkatkan risiko Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau gangguan stres pasca trauma. Gangguan yang sama sering dialami para tentara sepulang dari medan perang.

Gejala yang muncul pada gangguan PTSD antara lain munculnya mimpi-mimpi soal masa lalu (flasback) yang sangat mengganggu, menarik diri dan tidak peka, gelisah, malu dan rasa bersalah dan kadang-kadang gampang marah. Menurut para ilmuwan, salah satu pemicunya adalah khawatir yang berlebihan.

Hal itu dibuktikan dalam pengamatan terhadap sekelompok orang yang berkepribadian neurotik. Kepribadian yang identik dengan kekhawatiran yang berlebih ini dirandai dengan kegelisahan dalam level yang lebih tinggi dibanding populasi umum, serta over-reaktif terhadap lingkungannya.

Penelitian yang melibatkan 1.000 orang di Michigan bagian tenggara ini berlangsung selama 10 tahun. Dalam periode tersebut, sekitar 50 persen partisipan mengalami berbagai tipe trauma dan 5 persen di antaranya mengalami gejala yang diyakini sebagai PTSD.

Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan antara kepribadian dengan peningkatan risiko PTSD. Seseorang dengan kepribadian neurotik yang selalu mengkhawatirkan segala sesuatu secara berlebihan cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami PTSD.

"Pertanyaannya adalah, apa perbedaan antara orang yang mengalami PTSD dan yang tidak? Penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang selalu gelish biasanya lebih rentan mengalaminya. Ini adalah faktor risiko yang penting," kata Naomi Breslau yang memimpin penleitian itu seperti dikutip dari Huffingtonpost, Kamis (27/12/2012).

Penulis:
AN Uyung Pramudiarja
Mendikbud Minta Maaf soal UN
-----------------------------------------
Foto: 2 MEI 2013, Hari Pendidikan Nasional

-----------------------------------------
Mendikbud Minta Maaf soal UN
-----------------------------------------

Dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar upacara di halaman Gedung A, Kamis (2/5/2013). Dalam upacara bertema "Meningkatkan Kualitas dan Akses Berkeadilan", Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menyampaikan permohonan maafnya atas pelaksanaan ujian nasional (UN) beberapa waktu lalu.

"Atas nama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, saya menyampaikan permohonan maaf atas persoalan penyelenggaran UN tingkat SMA tahun ini," kata Nuh saat memberi sambutan di depan Gedung A, Kemdikbud, Jakarta.

"Hal ini harus dijadikan pelajaran yang sangat berharga dalam memberikan layanan pendidikan merata kepada masyarakat," imbuh Nuh.

Selanjutnya, ia memaparkan pemilihan tema Hari Pendidikan Nasional kali ini menggambarkan kesungguhan dari pihak kementerian untuk mewujudkan layanan pendidikan yang menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan prinsip pendidikan untuk semua atau education for all.

"Pendidikan itu tidak membedakan asal usul, status sosial, ekonomi, dan kewilayahan," ujar Nuh.

Untuk itu, tidak ada alasan karena wilayah yang terpencil kemudian pelayanan pendidikan menjadi tidak optimal dan tertinggal. Hal ini sempat ditunjukkan saat pelaksanaan UN tahun ini. Pihak kementerian mendahulukan distribusi ke wilayah terpencil agar sampainya bersamaan dengan yang di wilayah terdekat.

"Kami benar-benar fokus untuk memeratakan pendidikan di Indonesia, tidak hanya dari meratanya akses, tetapi juga biaya," ujar Nuh.

"Sekali lagi, Selamat Hari Pendidikan Nasional," tandasnya.


Editor :
Caroline Damanik

Penulis : 
Riana Afifah

Sumber:
Kompas.com - Kamis, 2 Mei 2013 | 10:55 WIB
Dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar upacara di halaman Gedung A, Kamis (2/5/2013). Dalam upacara bertema "Meningkatkan Kualitas dan Akses Berkeadilan", Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menyampaikan permohonan maafnya atas pelaksanaan ujian nasional (UN) beberapa waktu lalu.

"Atas nama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, saya menyampaikan permohonan maaf atas persoalan penyelenggaran UN tingkat SMA tahun ini," kata Nuh saat memberi sambutan di depan Gedung A, Kemdikbud, Jakarta.

"Hal ini harus dijadikan pelajaran yang sangat berharga dalam memberikan layanan pendidikan merata kepada masyarakat," imbuh Nuh.

Selanjutnya, ia memaparkan pemilihan tema Hari Pendidikan Nasional kali ini menggambarkan kesungguhan dari pihak kementerian untuk mewujudkan layanan pendidikan yang menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan prinsip pendidikan untuk semua atau education for all.

"Pendidikan itu tidak membedakan asal usul, status sosial, ekonomi, dan kewilayahan," ujar Nuh.

Untuk itu, tidak ada alasan karena wilayah yang terpencil kemudian pelayanan pendidikan menjadi tidak optimal dan tertinggal. Hal ini sempat ditunjukkan saat pelaksanaan UN tahun ini. Pihak kementerian mendahulukan distribusi ke wilayah terpencil agar sampainya bersamaan dengan yang di wilayah terdekat.

"Kami benar-benar fokus untuk memeratakan pendidikan di Indonesia, tidak hanya dari meratanya akses, tetapi juga biaya," ujar Nuh.

"Sekali lagi, Selamat Hari Pendidikan Nasional," tandasnya.


Editor :
Caroline Damanik

Penulis :
Riana Afifah